"Saya menggelindingkan dadu, merasakan ketakutan di mata lawan, dan mendengar orang banyak menyanyikan lagu tentang kematian raja lama serta memuja raja baru!"
Secara bebas, inilah terjemahan lagu berjudul Viva la Vida milik grup musik Coldplay. Apa hubungannya dengan pertarungan yang disebut-sebut sebagai yang terpanas di muka bumi?
Josep Guardiola, yang biasa disebut Pep, adalah seorang penggemar berat Coldplay, band asal Inggris yang dibentuk pada 1998 di kota London. Walau tak semua pemain setuju, Daniel Alves tak suka karena tidak mengerti bahasa Inggris, Pep bertindak otoriter bila menyangkut musik dalam bus khusus Barcelona menuju stadion.
Salah satu lagu kesukaan Pep, Viva la Vida, kerap diperdengarkan sang pelatih dalam perjalanan menuju stadion. Xavi Hernandez, otak permainan Barca, mengaku lirik dan kemegahan orkestra lagu itu mampu memotivasi timnya dan memberi keuntungan.
Pep Guardiola memang menarik perhatian. Ia punya berbagai cara mendongkrak keyakinan dan motivasi pemain Barcelona. Saya masih ingat saat suasana jumpa pers sebelum final Liga Champion 2009 di Roma, Italia.
Mantan gelandang Barcelona era dream team pimpinan Johan Cruyff itu tahu bagaimana bersikap di depan wartawan yang datang dari berbagai negara. Cara dia meladeni pertanyaan tak mengesankan kesombongan. Ia tidak membangun tembok dengan lawan bicara, tapi secara penuh memegang kendali suasana.
Tentu bukan klenik bila Pep memutuskan bekerja sama dengan televisi nasional Catalan membuat versi tersendiri film Gladiator yang diperankan Russel Crowe. Ringkasan film itu digabung dengan cuplikan pertandingan dan sesi latihan Barcelona yang sudah disulih suara ke dalam bahasa Spanyol.
Karya unik itu dipertontonkan kepada para pemain sebelum Barcelona turun sebagai gladiator melawan Manchester United di kota Roma. Hasilnya? Jagoan Inggris itu dibuat tak berdaya.
Intinya, pria yang kini berusia 38 tahun itu tahu bagaimana beraksi sebagai seorang motivator bagi timnya. Kemampuannya beradaptasi membuat Real Madrid cemburu berat.
Barcelona meraih treble winner musim 2008/09, yakni La Liga, Liga Champion, dan Copa del Rey. Sesuatu yang tak bisa dicapai Madrid. Padahal, Pep baru musim itu menjabat pelatih Barcelona senior. Karier kepelatihan pun baru dimulai musim 2007/08 sebagai entrenador Barcelona B.
Membedah sejarah kebesaran nama Guardiola di Barcelona, kita harus melibatkan Johan Cruyff. "Siapa itu anak muda kurus yang bermain sebagai gelandang kanan?" begitu Cruyff bertanya pada Carles Rexach, pelatih Barca junior saat menyaksikan latihan anak-anak muda Barcelona.
Itu peristiwa pada 1988, saat Cruyff baru menjadi pelatih Barca. Ia meminta Rexach menggeser Guardiola ke tengah di babak II. Hasilnya mengagumkan, Pep tak butuh waktu lama beradaptasi di posisi baru. Dua tahun kemudian, Guardiola ditarik ke tim senior dan kemudian menjadi tumpuan dream team.
Kesuksesan Pep musim lalu membawa dia pada sebuah pertanyaan tentang peran Cruyff dalam kariernya. "Dia tidak menemukan saya, tapi dia berjudi tentang saya. Cruyff yakin pada kemampuan saya," kata Pep pada wartawan.
Bukankah banyak pesepak bola muda bertalenta tinggi gagal mentas karena kurangnya kepercayaan dan kesempatan dari pelatih?
Sejarah Pep di Barcelona membuat saya mengerti kenapa ia rajin nongkrong menyaksikan anak-anak La Mesia berlatih dan bertanding. Ia bertindak bak Cruyff yang mencari Guardiola-Guardiola lain.
Walau peran Frank Rijkaard tak bisa dikesampingkan dalam membentuk fondasi Barcelona saat ini, kepercayaan Pep pada jebolan La Mesia membangkitkan sentimen ideologi sepak bola Barcelona. Masyarakat pendukung FC Barcelona pun dengan lantang berteriak, "Kami membentuk pemain dan mereka membawakan kami gelar juara."
Di Roma, 27 Mei 2009, Pep menurunkan tujuh alumni La Mesia dalam starting line-up. Tiga pemain lagi menunggu di bangku cadangan.
Untung bagi Pep, sejarah Barcelona sulit dilepaskan dari pengaruh gaya sepak bola yang dikembangkan Cruyff. Presiden klub, pelatih, dan pemain boleh berganti, namun gaya dan identitas sepak bola Barca tak banyak berubah.
Pep pun sadar Barcelona selalu membutuhkan dan melahirkan gelandang-gelandang yang sangat dominan dalam permainan. Ia tak segan melepas Deco de Souza karena melihat bakat Anders Iniesta sebagai pendamping Xavi Hernandez. Lalu, muncullah istilah Xaviesta sebagai pengakuan terhadap peran dua gelandang ini.
Ia bisa dengan mudah mengganti sosok penting Samuel Eto'o dengan Zlatan Ibrahimovic atau membuang Ronaldinho. Tapi, Pep akan berpikir seribu kali untuk menjual Xavi atau Iniesta.
Pengembangan Junior
Tradisi kuat inilah yang tak dimiliki Real Madrid. Manuel Pellegrini dihadapkan pada kenyataan pemimpin klub kerap mengambil jalan pintas dalam pembentukan tim. Si Putih kemudian disebut sebagai Glory Hunter, sekumpulan pemain yang berburu kejayaan dengan memperkaya kas pribadi.
Perumpamaan sekotak hiasan terhadap skuad milik Pellegrini tentu mengarah pada proses kehadiran mereka di Santiago Bernabeu.
Bisakah Anda membayangkan apa yang akan terjadi 10 tahun kemudian bila anggaran transfer gila-gilaan Madrid musim ini yang memakan anggaran sekitar 250 juta euro diinvestasikan untuk pengembangan pemain junior?
Membeli Cristiano Ronaldo, Kaka, Xabi Alonso, Karim Benzema, hingga Raul Albiol tak akan melahirkan pemain seperti Xavi, Iniesta, Victor Valdes, Lionel Messi, hingga Pedro Rodriguez. Di La Mesia, pria-pria Barcelona itu tak hanya berlatih, tapi mereka lama tinggal dan hidup di sana. Hidup dalam sebuah ideologi yang mempertahankan tradisi sepak bola, bukan membeli kesuksesan. #
Kemewahan Real Madrid
20 November 2009 jam 23:18
Katanya... tak lama setelah Real Madrid tumbang 0-4 di tangan Alcorcon dalam Copa del Rey, para pemain Los Blancos menerima hadiah mobil dari sponsor klub. Disinyalir, harga sebuah mobil itu mencapai 2 juta euro.
Katanya... Alcorcon, klub yang hanya berkompetisi dua level di bawah Madrid hanya mengalokasikan anggaran semusim tak sampai satu juta euro. Berarti satu mobil pemain Madrid bisa menghidupi perjalanan Alcorcon selama dua musim.
Katanya... rata-rata gaji pemain Alcorcon per musim adalah 36 ribu euro. Berarti angka itu masih lebih sedikit dari gaji seorang Cristiano Ronaldo dalam sehari.
*di kutip dari harian tabloid BOLA